Halaman


Sabtu, 20 Agustus 2011

AIR NAVIGATION

Dalam kegiatan penerbangan, pengetahuan dan keterampilan bernavigasi bagi semua pihak yang terkait dengan kegiatan penerbangan, sangat penting dan menentukan keberhasilan misi penerbangan itu sendiri.Seorang pilot harus mahir bernavigasi, agar perjalanan pesawat yang dikemudikannya dapat berlangsung secara efektif dan efisien. 
Seorang Flight Operation Oficer (FOO) harus mahir dan memahami pengetahuan navigasi, karena mereka harus mampu memberikan pelayanan dan dukungan operasional penerbangan kepada pesawat dan pilot yang dilayaninya. Bagi seorang ATC, AIS Officer, teknisi navigasi dan lain-lain, pengetahuan tentang navigasi juga sangat penting dan harus mereka kuasai dengan benar, karena dengan pengetahuan yang baik tentang navigasi, diharapkan mereka mampu memberikan pelayanan navigasi penerbangan secara optimal.
Lantas apa itu navigasi..??
Navigasi berasal dari bahasa latin navis dan agere. Navis diartikan kapal, dan agere diartikan sebagai pekerjaan memindahkan atau menjalankan. Dengan itu navigasi pada umumnya diartikan sebagai "pengetahuan sekaligus seni memindahkan kapal dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi, sesuai rencana" (disarikan dari beberapa ensiklopedia) 
Dari definisi tersebut diatas, didapat pemahaman bahwa pengetahuan navigasi merupakan ilmu pengetahuan sekaligus seni tentang kegiatan memindahkan kapal (dengan berbagai aspek yang terkait di dalamnya) dari pelabuhan laut satu ke pelabuhan laut yang lain, yang ada di muka bumi.
A. NAVIGASI PENERBANGAN
Dari definisi navigasi sebagaimana tersebut diatas, perkembangan pengetahuan kemudian membagi kegiatan navigasi menjadi setidaknya tiga matra utama, yaitu:
1. Navigasi laut (sea navigation)
2. Navigasi darat (ground navigation)
3. Navigasi udara / penerbangan (Air navigation) 
Sementara sebagian orang ada yang menambahkan dengan yang ke empat, sesuai trend perkembangan teknologi yang paling mutakhir, yaitu "Outer space navigation" yaitu ilmu navigasi antar planet di tatasurya, dll. Navigasi Udara atau Air navigation sering disebut dengan kata "Aviation" yang berasal dari Aves (burung) + agere. 
Dalam UU no 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, disebutkan bahwa : "Navigasi Penerbangan adalah proses mengarahkan gerak pesawat udara dari satu titik ke titik yang lain dengan selamat dan lancar untuk menghindari bahaya dan/atau rintangan penerbangan"
Dengan demikian, ada beberapa unsur pengetahuan yang harus dipahami ketika akan mempelajari Navigasi Udara, yaitu :
1. Pesawat Udara, sebagai sarana untuk kegiatan penerbangan
2. Lokasi / posisi di muka bumi, sebagai tempat dimana kegiatan penerbangan dilakukan.
3. Perencanaan Penerbangan (Flight planning) sebagai safety culture yang dikembangkan oleh masyarakat penerbangan, agar kegiatan penerbangan dapat berlangsung dengan selamat, lancar, efektif dan efisien.

B. CARA BERNAVIGASI
Dalam melakukan kegiatan navigasinya, seorang penerbang (pilot) pada umumnya melakukan dengan cara :
1. Pilotage Navigation, dengan cara ini seorang pilot melakukan kegiatan navigasi penerbangannya dengan mengandalkan kemampuan mata (visual). Misalkan mereka terbang dari Jakarta ke Surabaya, maka sepanjang jalur penerbangan, sepanjang kegiatan antara Jakarta - Surabaya yang dilakukannya, sang pilot harus mengandalkan kemampuan matanya sendiri (visual) untuk mengetahui posisinya, menghindari bahaya / rintangan di sepanjang jalan, dan lain-lain sampai mendarat di Surabaya. 
2. Radio / Instrument Navigation, dengan cara ini seorang pilot melakukan kegiatan navigasi penerbangannya dengan bantuan radio instrument navigasi (navigational radio aids).yang ada disepanjang jalur penerbangannya, maupun yang ada di ruang pemanduan lalu lintas penerbangan (ruang control ATC). Misalkan pesawat terbang dari Jakarta ke Surabaya, maka sepanjang jalur penerbangan, sepanjang kegiatan antara Jakarta - Surabaya yang dilakukannya, sang pilot akan mendapat bantuan dari ATC yang memanfaatkan radar, serta alat bantu navigasi lainnya yang dipasang di sepanjang jalur, yang dengan itu akan membantu pilot untuk mengetahui posisinya, menghindari bahaya / rintangan di sepanjang jalan, dan lain-lain sampai mendarat di Surabaya.
3. Dead Reckoning Navigation adalah cara navigasi dengan menghitung diatas kertas berbagai hal (termasuk estimasi lama terbang, lintasan yang akan dilalui, kebutuhan bahan bakar, dll) sehingga pilot seolah-olah telah mengetahui dengan baik kondisi yang akan dijalaninya.
Pada umumnya, cara bernavigasi sebagaimana tersebut diatas tidak dilakukan secara independent, lepas berdiri sendiri, tetapi merupakan gabungan dari berbagai model atau cara bernavigasi, untuk menutup kekurangan masing-masing cara sekaligus menggabungkan kekuatan masing-masing cara bernavigasi.
C. TANGGUNG JAWAB ATC
Pemandu lalu lintas udara (Air Traffic Contrller/ATC) bertanggung jawab untuk melayani kegiatan penerbangan sesuai fungsinya, dengan tujuan agar pesawat-pesawat yang melakukan kegiatan penerbangan :
1. mendapatkan jaminan tidak tabrakan satu sama lain baik di udara maupun di landasan pacu di bandar udara, termasuk juga tidak menabrak penghalang-penghalang yang ada di sekitar landasan pacu. 
2. mendapatkan jaminan bahwa kegiatan terbangnya dapat berlangsung secara lancar, dan teratur sampai tujuannya.
3. mendapatkan jaminan bahwa dalam kegiatan terbang tersebut (saat tinggal landas, sepanjang jalur penerbangan maupun saat menjelang mendarat) telah mendapatkan informasi yang valid dan reliable untuk mendukung keselamatan penerbangannya.
4. mendapatkan jaminan bahwa kegiatannya dimonitor terus menerus oleh ATC sehingga sewaktu-waktu terjadi hal-hal yang tidak diharapkan, ATC dapat memberitahukan / menginformasikan dengan segera ke petugas SAR akan masalah yang dihadapi pilot yang terbang tersebut.
D. PEMBAGIAN TANGGUNG JAWAB ATC - PILOT DENGAN DENGAN CARA NAVIGASI adalah :
1. Jika pilot menyatakan (dan harus menyatakan dalam flight plan) bahwa dirinya melakukan terbang secara visual, yang berarti sepenuhnya mengandalkan mata, maka tanggung jawab ATC terbatas pada pemberian informasi penerbangan dengan lengkap serta jaminan monitoring oleh ATC. sedangkan tugas menghindari tabrakan dengan pesawat lain, bernavigasi dengan benar, dsb. sepenuhnya menjadi tanggung jawab pilot.
2. Jika pilot menyatakan terbang dengan mengandalkan alat bantu instrument, disini ada dua hal:
a. Jika ATC tidak menggunakan fasilitas radar (non radar control) maka jaminan terhindar dari tabrakan, jaminan terbang dengan lancar dan teratur, jaminan mendapatkan informasi secara lengkap serta jaminan monitoring akan diberikan oleh ATC, sedang pilot bertanggung jawab atas pengoperasian pesawat terbangnya serta kegiatan navigasinya. Artinya, jika dalam kondisi ini pesawat tabrakan dengan pesawat lain, maka kemungkinan besar kesalahan ada pada ATC jika pilot telah mengikuti semua petunjuk dan perintah ATC dengan benar. sebaliknya jika pesawat tersesat jalan, salah jalur, dsb. maka kemungkinan besar adalah kesalahan pilot.
b. Jika ATC menggunakan fasilitas radar dan dinyatakan sebagai radar control, maka tanggung jawab menghindari tabrakan antar pesawat, tanggung jawab pemberian informasi dan juga monitoring kegiatan operasi serta navigasi penerbangannya ada pada ATC. pilot hanya bertanggung jawab untuk mengoperasikan pesawatnya saja agar dapat berjalan dengan baik. Jadi, jika dalam pemanduan ATC radar pilot tersesat jalan, salah jalur, dan sebagainya, hal tersebut menjadi tanggung jawab ATC untuk melakukan koreksi. 
Faktor - faktor yang akan mempengaruhi kegiatan navigasi pada umumnya adalah masalah posisi di darat (di muka bumi), kecepatan pesawat terbang pada berbagai ketinggian terbangnya, serta pengaruh pergerakan udara (angin). Hal-hal inilah yang nanti akan mendominasi diskusi kita selanjutnya, disamping perhitungan waktu, rencana penerbangan (flight plan) dan lain sebagainya.
E. ALAT BANTU PENDARATAN PESAWAT DI BANDARA 
Untuk menunjang keselamatan penerbangan di bandar udara dipasang sebuah Alat Bantu Pendaratan pesawat terbang. Alat Bantu Pendaratan atau sering disebut Fasilitas Bantu Pendaratan juga merupakan salah satu prasarana penunjang operasi bandara. Alat Bantu Pendaratan sendiri terbagi menjadi dua kelompok , yaitu :
1. Alat Bantu Pendaratan Secara Instrumen atau Instrument Landing System ( ILS )
2. Alat Bantu Pendaratan Secara Visual atau Airfield Lighting System ( AFL )
1. Alat Bantu Pendaratan Secara Instrument terdiri dari :
A. Instrument Landing System / ILS
adalah alat bantu pendaratan instrumen (non visual) yang digunakan untuk membantu penerbang dalam melakukan prosedur pendekatan dan pendaratan pesawat di suatu bandara. Peralatan ILS terdiri atas 3 (tiga) sub sistem :
a. Localizer (LOC)
yaitu peralatan yang memberikan sinyal pemandu azimuth mengenai kelurusan pesawat terhadap garis tengah landasan pacu, atau membantu pesawat terbang agar tepat di centerline landasan pada saat mendarat. Localizer beroperasi pada daerah frekuensi 108 MHz hingga 111,975 MHz
b. Glide Slope (GS)
yaitu peralatan yang memberikan sinyal pemandu sudut luncur pendaratan (3 derajat) , atau membantu pesawat terbang agar tepat di touchdown pada saat mendarat. Glide Slope sering juga disebut Glide Path (GP) dan bekerja pada frekuensi UHF antara 328,6 MHz hingga 335,4 MHz.
c. Marker Beacon.
yaitu peralatan yang menginformasikan sisa jarak pesawat terhadap titik pendaratan. Marker beroperasi pada frekuensi 75 Hz. Marker Beacon terdiri dari 3 buah, yaitu :
1. Outer Marker (OM) : terletak 3,5 – 6 nautical miles dari landasan pacu. Outer Marker dimodulasikan dengan sinyal 400 Hz
2. Middle Marker (MM)
terletak 1050 ± 150 meter dari landasan pacu dan dimodulasikan dengan frekuensi 1300 Hz.
3. Inner Marker (IM)
terletak 75 – 450 meter dari landasan pacu dan dimodulasikan dengan sinyal 3000 Hz.
Untuk Inner Marker (IM) di Indonesia belum terpasang mengingat ILS category I. 
4. Runway Visual Range (RVR)
adalah suatu sistem/alat yang digunakan untuk memperoleh informasi meteorologi (cuaca) yaitu jarak tembus pandang (visibility) di sekitar runway

2. Airfield Lighting System (AFL)
adalah alat bantu pendaratan visual yang berfungsi membantu dan melayani pesawat terbang selama tinggal landas, mendarat dan melakukan taxi agar dapat bergerak secara efisien dan aman.
Airfield Lighting System (AFL) meliputi peralatan-peralatan sebagai berikut : 
a. Runway Edge Light.
yaitu rambu penerangan landasan pacu, terdiri dari lampu-lampu yang dipasang pada jarak tertentu di tepi kiri dan kanan landasan pacu untuk memberi tuntunan kepada penerbang pada pendaratan dan tinggal landas pesawat terbang disiang hari pada cuaca buruk, atau pada malam hari.
b. Threshold Light, 
yaitu rambu penerangan yang berfungsi sebagai penunjuk ambang batas landasan, dipasang pada batas ambang landasan pacu dengan jarak tertentu memancarkan cahaya hijau jika dilihat oleh penerbang pada arah pendaratan.
c. Runway End Light,
yaitu rambu penerangan sebagai alat bantu untuk menunjukan batas akhir/ujung landasan, dipasang pada batas ambang landasan pacu dengan memancarkan cahaya merah apabila dilihat oleh penerbang yang akan tinggal landas. 
d. Taxiway Light
yaitu rambu penerangan yang terdiri dari lampu-lampu memancarkan cahaya biru yang dipasang pada tepi kiri dan kanan taxiway pada jarak-jarak tertentu dan berfungsi memandu penerbang untuk mengemudikan pesawat terbangnya dari landasan pacu ke dan atau dari tempat parkir pesawat.
e. Flood Light,
yaitu rambu penerangan untuk menerangi tempat parkir pesawat terbang diwaktu siang hari pada cuaca buruk atau malam hari pada saat ada pesawat terbang yang menginap atau parkir.
f. Approach light,
yaitu rambu penerangan untuk pendekatan yang dipasang pada perpanjangan landasan pacu berfungsi sebagai petunjuk kepada penerbang tentang posisi, arah pendaratan dan jarak terhadap ambang landasan pada saat pendaratan.
g. Precision Approach Path Indicator (PAPI) dan Visual Approach Slope Indicator System (VASIS)
yaitu rambu penerangan yang memancarkan cahaya untuk memberi informasi kepada penerbangan mengenai sudut luncur yang benar, dan memandu penerbang melakukan pendekatan menuju titik pendaratan pada daerah touch down.
h. Rotating Beacon,
yaitu rambu penerangan petunjuk lokasi bandar udara, terdiri dari 2 (dua) sumber cahaya bertolak belakang yang dipasang pada as yang dapat berputar, sehingga dapat memancarkan cahaya berputar dengan warna hijau dan putih pada umumnya Rotating Beacon dipasang diatas tower.
i. Turning Area Light,
yaitu rambu penerangan untuk memberi tanda bahwa didaerah ini terdapat tempat pemutaran pesawat terbang.
j. Apron Light,
yaitu rambu penerangan yang terdiri dari lampu-lampu yang memancarkan cahaya merah yang dipasang di tepi Apron untuk memberi tanda batas pinggir Apron. 
k. Sequence Flashing Light (SQFL),
yaitu lampu penerangan berkedip berurutan pada arah pendekatan. SQFL dipasang pada Bar 1 s/d Bar 21 Approach Light System.
l. Traffic Light,
yaitu rambu penerangan berfungsi sebagai tanda untuk pengaturan kendaraan umum yang dikhawatrikan akan dapat menyebabkan gangguan terhadap pesawat terbang yang sedang mendarat.
m. Obstruction Light,
yaitu rambu penerangan berfungsi sebagai tanda untuk menunjukan ketinggian suatu bangunan yang dapat menyebabkan gangguan/rintangan pada penerbangan. 
n. Wind Cone,
yaitu rambu penerangan menunjukan arah angin bagi pendaratan atau lepas landas suatu pesawat terbang.
F. FASILITAS ELEKTRONIK BANDARA 
Dalam lingkungan Dirjen Perhubungan Udara yang termasuk fasiltas Elektronika Bandara meliputi peralatan elektronika di terminal yang digunakan untuk menunjang operasi bandara, seperti sarana check in, sarana pengamanan dan screning penumpang, sarana panduan parkir otomatis untuk pesawat. Secara garis besar peralatan elektronika bandara dikelompokkan dalam :

1. Fasilitas komunikasi darat.
a. Integrated Ground Communication System (IGCS) atau dikenal dengan radio trunking adalah sarana komunikasi terpadu dengan menggunakan beberapa frekuensi untuk dipakai bersama oleh ratusan sampai ribuan radio transceiver (handy talky – HT).
b. Jaringan telephon dan Public Address Branch Exchange (PABX) termasuk didalamnya sarana intercom.
c. Fasilitas radio transceiver, yang berupa Handy Talky (HT) ataupun radio mobile atau transceiver yang dipasang pada kendaraan seperti crash car atau ambulance yang dioperasikan di lingkungan bandar udara.
2. Fasilitas Security dan Audio Visual 
a. Peralatan X-Ray adalah peralatan yang dapat digunakan untuk memeriksa bagasi penumpang tanpa membuka bungkus penutupnya.
b. Metal Detecor, Explosive Detector, Hand held, Walk through merupakan peralatan yang digunakan untuk memeriksa bahan peledak atau benda tajam yang masih dibawa penumpang. 
c. Flight Information Display System (FIDS) adalah pelayanan informasi melalui tayangan di monitor TV tentang jadwal keberangkatan dan kedatangan pesawat. 
d. Public Address System (PAS) merupakan penyampaian informasi di terminal yang dilakukan dalam bentuk audio.
3. Fasilitas Otomasi
Fasilitas dengan sistem otomatisasi yang mempunyai kemampuan pengolahan data untuk Keselamatan Penerbangan. Yang termasuk peralatan otomatisasi adalah: 
a. Central Information Syste (CIS) merupakan sarana pengolahan data untuk pelayanan penumpang dalam kapasitas besar. 
b. Radar Data Processing System (RDPS) dan Flight Data Processing System (FDPS) merupakan sarana pengolahan data Keselamatan Penerbangan. 
c. Automatic Docking Guidance System (ADGS) sebagai sarana pemandu untuk parkir pesawat sampai gate terminal. 

0 komentar:


Kaskus

Only


:ilovekaskus

:iloveindonesia

:kiss

:maho


:najis

:nosara

:marah


:berduka


:malu:

:ngakak

:repost:

:repost2:


:sup2:

:cendolbig

:batabig

:recsel



:takut

:ngacir2:

:shakehand2:

:bingung


:cekpm

:cd

:hammer

:peluk



:toast

:hoax:

:cystg

:dp


:selamat

:thumbup

:2thumbup

:angel


:matabelo


:mewek:

:request

:babyboy:


:babyboy1:

:babymaho

:babyboy2:

:babygirl


:sorry


:kr:

:travel

:nohope


:kimpoi

:ngacir:

:ultah

:salahkamar


:rate5

:cool


:bola


by Pakto


:mewek2:

:rate-5

:supermaho

:4L4Y


:hoax2:


:nyimak

:hotrit

:sungkem


:cektkp

:hope

:Pertamax

:thxmomod


:laper


:siul

:2malu:

:ngintip


:hny

:cendolnya


by misterdarvus


:maintenis:


:maintenis2:

:soccer

:devil


:kr2:

:sunny

Posting Komentar